Padang, - Pengurus Masjid tertua di Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar), Masjid Raya Gantiang, menolak surat edaran Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas No. 5 Tahun 2022 tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Pengurus Masjid Raya Gantiang, Haji Munandar Maska mengatakan, selama tidak ada aturan dari Majelis Ulama (MUI) Sumbar, surat edaran Menag tersebut tidak akan diterapkan.
"Selagi masih belum ada fatwa dari MUI Sumbar, kami tidak akan menerapkan edaran tersebut, " sebut pengurus masjid saat ditemui wartawan, Jumat (4/3/2022).
Menurutnya, persoalan ibadah itu seharusnya diatur oleh MUI bukan Menag. "Jika memang perhatian terhadap masjid seharusnya jangan itu saja, tetapi infrastruktur masjid juga diperhatikan, " ujar dia.
Edaran Menag tersebut, menurutnya, tidak tepat diterapkan di Kota Padang, apalagi masyarakatnya mayoritas beragama Islam. Mungkin aturan tersebut, sambungnya, lebih tepat diterapkan kepada lingkungan masyarakat yang agamanya lebih beragam.
"Di dekat masjid ini saja ada non muslim, buktinya mereka aman-aman saja, berarti itu tidak menganggu mereka, " lanjut dia.
Salah satu hal yang diatur dalam SE tersebut yakni mengenai volume dan kualitas yang dihasilkan oleh pengeras suara. Volume pengeras suara diatur sesuai dengan kebutuhan, dan paling besar 100 dB (seratus desibel). Pedoman diterbitkannya SE tersebut sebagai upaya meningkatkan ketentraman, ketertiban, dan keharmonisan diantara masyarakat
Baca juga:
Kemenag Sumbar Lepas Jemaah Umrah
|
Lebih jauh, pengurus Masjid Raya Gantiang tersebut menyayangkan perkataan Menag yang menganalogikan suara azan dengan gonggongan anjing.
"Saya sangat menyayangkan perkataan Menag tersebut, seharusnya jika ingin membandingkan, bandingkan saja dengan diksi lain. Banyak lagi bunyi suara, misalnya dengan suara musik saat pesta. Jika demikian tidak tersinggung sekali kita sebagai umat muslim, " pungkasnya.(**)